Inspirasi

Kemerdekaan adalah Menembus Batas Ketakutan Masa kecil saya penuh dengan ketakutan. Ketika memasuki taman kanak-kanak, saya selalu meminta Ibu menemani saya. Bukan seminggu atau dua minggu, tapi berbulan-bulan. Saya baru merasa terlindungi ketika melihat mata segar Ibu di balik jendela sekolah. Demikian pula ketika memasuki sekolah dasar, saya semakin merasa takut, saya merasa berbeda. Entah mengapa. Mungkin setelah melihat sepatu yang saya pakai tidak sebagus sepatu teman-teman yang lain atau pensil saya tidak sepanjang pensil mereka. Saya merasa kecil. Ketakutan saya tidak berhenti di sini. Ketakutan ini semakin bertambah ketika saya memasuki SMP dan SMA. Saya mulai mencari jati diri, mulai melihat dan bertanya-tanya tentang realitas di sekitar saya dengan tajam. Saya semakin takut bahwa hidup saya akan terus di bawah. Saya takut akan menjadi sopir angkot seperti bapak saya. Sebagai anak laki satu-satunya, saya juga takut tidak bisa membahagiakan orangtua dan empat saudara perempuan saya. Saya kemudian mulai mencoba memberanikan diri ketika lulus SMA. Dengan prestasi yang bagus selama SMA, saya diterima dalam program Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) di IPB Bogor. Saya merantau untuk pertama kalinya, jauh dari keluarga untuk pertama kalinya. Setelah seminggu di Bogor, saya hampir menyerah. Hidup di perantauan dan persaingan yang luar bisa di Jurusan Statistika waktu itu, terlalu berat buat saya. Ketika saya mempertimbangkan diri untuk pulang, Ibu dengan bahasanya yang sederhana kemudian bilang, “Coba dulu, belajar yang rajin, jangan takut!”. Yah, Ibu saya bilang, “Jangan takut!”. Sebuah nasihat sederhana dan bijaksana yang meyakinkan bahwa menjalani proses adalah menjalankannya sekarang, saat ini, dengan kerja keras dan melepaskan ketakutan akan hasil yang didapat. Kegagalan atau pun keberhasilan dari sebuah proses adalah dimensi lain yang akan melahirkan pelajaran baru untuk proses selanjutnya. Ibarat seorang pelaut yang mengarungi samudera, akhirnya saya terus berlayar, menghadapi semua tantangan dan berhasil menjadi salah satu lulusan terbaik di IPB. Benih keberanian, api kecil yang dinyalakan Ibu saya pun mulai menyala. Ketika mendapatkan pekerjaan di Jakarta, saya mulai berani berjuang melawan rasa minder. Berat memang, tapi saya berlatih dari hari ke hari. Membiarkan rasa minder itu seperti membangun tembok di sekitar hidup kita. Bagaimana kita bisa melihat ke depan ketika kita dikelilingi tembok. Saya coba untuk breaking the wall. Keberanian memecahkan tembok ini tidak sia-sia. Saya mulai membangun karier, mulai membangun hidup. Hingga akhirnya, saya mendapatkan kesempatan kerja di New York, USA. Sebenarnya saya sempat meragukan keputusan untuk pergi ke New York. Bukan hanya saya tidak mempunyai cukup tabungan untuk biaya hidup di bulan-bulan pertama di sana, saya juga tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan di New York itu. Selama di Indonesia, saya tidak pernah bermimpi tentang New York. Mimpi itu menurut saya terlalu besar dan hanya membentur atap rumah kecil saya di Batu, Malang. Akhirnya, saya memberanikan diri untuk merantau ke New York. Saya harus berangkat! Di sinilah kesempatan untuk mengubah hidup, tidak hanya untuk saya, tapi juga untuk keluarga saya. Saya memberanikan diri! Belum genap setahun di New York, saya mengalami peristiwa perampokan di sebuah stasiun kereta api di daerah Westchester. Ketika pisau dari dua perampok itu menyentuh perut saya dan tangan besar mereka menghantam muka, saya sempat berpikir kalau hidup saya akan berakhir di sini. Peristiwa ini tidak menghentikan saya. Saya mencoba bangkit. Saya tidak akan pulang dengan tangan hampa, tanpa buah yang bisa saya bagikan dengan keluarga saya. Akhirnya, saya bertahan di New York selama 10 tahun dan menjadi salah satu direktur di Nielsen Consumer Research, USA. Berkat sebuah keberanian. Demikian pula kemerdekaan bangsa kita. Kemerdekaan Indonesia yang dideklarasikan 66 tahun yang lalu oleh Bung Karno dan Bung Hatta adalah buah dari perjuangan yang panjang, buah dari keberanian yang gagah. Ratusan kegagalan melawan penjajah di ribuan kota dari Sabang sampai Merauke, ribuan bahkan jutaan nyawa yang melayang tidak menghentikan bangsa kita untuk melahirkan sebuah Indonesia. Bambu runcing, yang kalau dipikir tidak akan mampu melawan tank-tank besar penjajah, telah melahirkan sebuah bangsa. Jiwa yang besar dan berani, telah membawa bangsa kita menjadi bangsa yang “merdeka”. Bangsa kita merdeka karena semangat, keberanian menembus batas ketakutan. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berani. Sejarah sebagai bangsa maritim mengingatkan bahwa nenek moyang kita adalah orang-orang yang berani, pelayar tangguh yang berani mengarungi samudera luas, berlayar sampai ke negeri seberang, melawan badai dan gelombang untuk berdagang. Dari perjalanan hidup saya, dari sejarah panjang bangsa Indonesia, saya belajar untuk menembus batas ketakutan. Saya mulai memberanikan diri untuk maju dan mengambil risiko. Saya akhirnya yakin, bahwa ketika terjatuh pun kita akan belajar untuk mengenal rasa sakit, kita akan mengenal bagaimana rasa perih dan mencoba untuk berdiri. Kita akan semakin kaya dan kuat. Kebahagiaan akan terasa lebih manis, jika kita meraihnya dengan sepenuh hati, lewat sebuah perjuangan. Jangan pernah menyerah ketika di bawah. Tembus batas ketakutan karena kita adalah generasi dari sebuah bangsa yang berani. Iwan Setyawan Father Di suatu sore, seorang anak datang kepada ayahnya yg sedang baca koran… “Ayah, ayah” kata sang anak…“Ada apa?” tanya sang ayah…..“aku capek, sangat capek … aku capek karena aku belajar mati matian untuk mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek…aku mau menyontek saja! aku capek. sangat capek…aku capek karena aku harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja! … aku capel, sangat capek … aku cape karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung…aku ingin jajan terus! … aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga lidaku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati… aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman teman ku, sedang teman temanku seenaknya saja bersikap kepada ku…aku capek ayah, aku capek menahan diri…aku ingin seperti mereka…mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah ! ..” sang anak mulai menangis… Kemudian sang ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala anaknya sambil berkata ” anakku ayo ikut ayah, ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu”, lalu sang ayah menarik tangan sang anak kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang… lalu sang anak pun mulai mengeluh ” ayah mau kemana kita?? aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. badanku dikelilingi oleh serangga, berjalanpun susah krn ada banyak ilalang… aku benci jalan ini ayah” … sang ayah hanya diam. Sampai akhirnya mereka tiba pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada banyak kupu kupu, bunga bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang…“Wwaaaah… tempat apa ini ayah? aku suka! aku suka tempat ini!” sang ayah hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau. “Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah” ujar sang ayah, lalu sang anak pun ikut duduk di samping ayahnya. ” Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? padahal tempat ini begitu indah…?” ” Tidak tahu ayah, memangnya kenapa?” ” Itu karena orang orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tau ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu” ” Ooh… berarti kita orang yang sabar ya yah? Puji Tuhan” ” Nah, akhirnya kau mengerti kan?” ” Mengerti apa? aku tidak mengerti?” ” Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kujujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi… bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melawati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga… dan akhirnya semuanya terbayar kan? ada telaga yang sangat indah.. seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? kau tidak akan mendapat apa apa anakku, oleh karena itu bersabarlah anakku” ” Tapi ayah, tidak mudah untuk bersabar ” ”Aku tau, oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat … begitu pula hidup, ada ayah dan ibu yang akan terus berada di sampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu, tapi… ingatlah anakku… ayah dan ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri… maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain, jadilah dirimu sendiri… seorang pemuda Kristen yang kuat, yang tetap tabah dan setia karena ia tahu ada Allah di sampingnya… maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang… maka kau tau akhirnya kan?” ” Ya ayah, aku tau.. aku akan dapat surga yang indah yang lebih indah dari telaga ini… sekarang aku mengerti … terima kasih ayah, aku akan tegar saat yang lain terlempar” Sang ayah hanya tersenyum sambil menatap wajah anak kesayangannya. Kiriman sahabat Nida Tsaura S Visualkan Mimpimu Dengan Vision Board! Halo, ngomongin vision board, sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru, karena saya yakin banyak diantara teman-teman yang udah pernah bikin, atau at least tahulah gimana cara bikinnya. Tapi berapa banyak sih yang emang benar benar memanfaatkan penggunaan vision board? Vision Board pada dasarnya merupakan kumpulan gambar atau potongan-potongan huruf yang disusun sedemikian rupa di atas sebuah kertas. Bisa kumpulan guntingan majalah, koran, kartu pos, foto, dll. Intinya full of images! Ga ada larangan sih kalau kamu juga mau mencantumkan sejumlah tulisan di dalam vision board, khususnya untuk menekankan beberapa kata tertentu yang kamu rasa mungkin kurang tergambar jika tidak disertai kata tersebut. Tapi asal jangan kebanyakan aja, karena kan intinya komposisi gambar. Nah, penggunaan vision board itu beragam banget loh. Ada yang make untuk urusan personal (kayak bikin resolusi, mimpi, dll). Tapi juga ada yang menggunakannya untuk mendukung aktivitas sosialnya. How about me?Kalau saya sih keduanya. Belakangan kalau memang ada waktu untuk membuatnya, jika saya disuruh bikin poster project untuk dipresentasikan di depan umum, rather than bikin pake power point atau corel draw, saya lebih prefer bikin pake vision board aja. Misalnya kayak yang begini: Atau bisa juga dipake untuk keperluan pribadi kamu. Misalnya saya menggunakannya untuk bikin action plan. Saya coba bikin roadmap aktivitas saya, dan kira-kira dampak apa yang bisa dihasilkan. Jadinya kayak begini (saya bikinnya 2 halaman bersambung): Kenapa sih harus vision board? Well, sebenarnya ini hanya salah satu dari sekian banyak tools yang ada yang bisa kamu pake. Dengan menggunakan vision board, sebenarnya kita udah mencoba menerapkan laws of attraction. Dimana kita mencoba menciptakan keingintahuan orang yang menjadi target audience kita, karena penasaran dengan arti dibalik gambar gambar yang kita susun. Selain itu, ini juga salah satu cara untuk dare to be different. Bayangin aja, kalau semua orang di kelasmu presentasi dengan power point, tapi kamu malah bawa vision board,pasti menarik banget (dan kamu dianggap niat dan serius. karena untuk ngerjainnya pasti butuh waktu, dan butuh kerja keras. hehe). Tapi kan vision board kecil? dan ga cocok untuk presentasi yang skala besar? Iya sih, tapi kan banyak jalan menuju Roma. Hehe. Jadi banyak jalan juga yang bisa kamu terapin untuk mengantisipasi ini. Misalnya, kamu bisa scan/ foto vision board kamu, lalu baru masukin ke power point. Lalu pas kamu presentasi, kamu bawa dua-duanya, vision board dalam bentuk karton dan juga dalam bentuk digital. Makin dianggap niat deh kamu. Hehe. Tapi musti diingat juga bahwa kamu harus bisa memilih gambar yang tepat dan orang bisa menangkap maksud yang ingin kamu sampaikan. Selain itu penyusunan gambar gambar nya juga harus runut sesuai alur berpikir. Jangan hanya sekedar ngepas-ngepasin aja. Oh iya, vision board bisa dipajang atau bisa dibukukan juga loh. Kalo saya, beli buku gambar A3. Dari halaman 1, saya bikin introduction tentang saya dalam bentuk gambar-gambar. Lalu di halaman kedua, bisa prestasi. Halaman ketiga projects yg sudah dilakukan. Halaman 4 mimpi kamu. dst. Jadi kalau perkenalan ke orang lain di forum besar, bisa bawa satu buku gambar aja yg udah komprehensif isinya. Dan ini jadi kayak portofolio kamu sendiri kan? Dan saya bilang, hampir di berbagai kesempata, it works! Orang jadi lebih tertarik untuk mendengar penjelasan saya/ perkenalan diri saya, karena ada something different. Belakangan, saya dan Indonesian Future Leaders juga kerap mengadakan Changemaker School (Sekolah Pembaharu), dimana kita mencoba menggunakan vision board sebagai media utama pelatihan perancangan proyek sosial. Senang sekali melihat banyak mimpi-mimpi pemuda Indonesia yang berhasil tervisualkan (meskipun baru berada di tahap ide). Semuanya terlihat lebih nyata, dan semangat mereka semua jadi lebih besar untuk membuat perubahan. Muhamad Iman Usman Why ? Salah satu kata yang paling saya gemari adalah “WHY” atau “Kenapa”. Banyak hal dalam kehidupan saya dimulai dari sebuah pertanyaan “Kenapa?”, dan itulah kemudian yang memandu saya untuk berbuat sesuatu. Jammie Allen bahkan pernah menuturkan “If you want to be successful, ask Why? Why not? Why Not Me? Why Not Now?”. Ungkapan di atas bisa dibilang persis banget menggambarkan kenapa kemudian saya dan segelintir teman-teman lainnya memilih untuk melakukan kegiatan “yang nggak biasa” – yang jarang dipilih oleh banyak orang – dibandingkan aktivitas anak muda lainnya. WHY? Berbagai macam masalah sosial yang ada di sekitar kita saat ini, yang nggak ada habis-habisnya bikin kita jadi geregetan kan. Kita sering mengeluh, kenapa sih banyak sampah dimana-mana? Kenapa sih kok makin hari makin panas aja? Kenapa sih metode belajar di sekolah saya nggak menyenangkan? Kenapa sih pengangguran di Indonesia bukannya berkurang malah nambah terus? Dan masih banyak lagi (kita bisa list jutaan masalah kalo mau bahkan). Tapi nggak ada gunanya kalo kita cuma bisa melototin dan tetap mengeluh, tapi do nothing. Harusnya, dari masalah-masalah tersebut, kita bisa memunculkan pertanyaan “Kenapa” dan mencoba untuk mencari tahu jawabannya. Kenapa bisa begini? Kenapa bisa begitu? WHY NOT? Ketika kita udah tahu apa penyebabnya, kadang kita masih diam aja dan tidak terpikir untuk mulai bergerak. Sering kali kita takut atau ngerasa nggak pede dengan solusi versi kita. Kita ngerasa rendah diri dengan kapasitas dan kapabilitas kita, takut untuk gagal. Padahal kenapa tidak dicoba dulu? Kalo nggak dicoba, kita nggak akan pernah tahu kan? The person who doesn’t make mistakes is unlikely to make anything (Paul Arden). Thomas Edison perlu mencoba hingga 200x untuk membuat bola lampu kreasinya benar-benar bekerja. Benjamin Franklin juga pernah bilang “I haven’t failed, I have had 10.000 ideas that didn’t work”. Jadi kalau punya ide, kenapa tidak? WHY NOT ME? Sering kali kalaupun udah tahu dan udah punya semangat untuk melalukan perubahan atau memberikan solusi terhadap suatu masalah, semangatnya cuma disimpan aja, atau paling pol dibayang-bayangin aja sendiri. Padahal, kenapa nggak kita share sama teman kita yang lain yang punya visi serupa. Siapa tau justru banyak yang punya gagasan serupa, tapi selama ini karena diam aja, kita nggak tahu. Kalaupun misalnya masih belum pede untuk mulai gerakan yang gede, kenapa nggak kita mulai mencoba untuk menerapkan perubahan itu di diri kita? Siapa tahu banyak orang yang justru jadi terinspirasi dan termotivasi sama aksi individual kita? Kenapa bukan saya yang memulai? WHY NOT NOW Saya sering kali berjumpa dengan teman-teman seusia saya (belasan atau early 20ies) yang punya mimpi besar buat Indonesia. Punya cita-cita luhur pengen ngebangun bangsanya lewat jalur yang beda-beda. Ada yang bilang mau bikin sekolah, ada yang mau bikin organisasi sosial, ada yang mau bikin majalah, dan lain - lain. Tapi kebanyakan bilangnya “gue kerja dulu 20 tahun, ngumpulin uang, abis itu bisa mengabdi”. Well, nggak salah sih.. mungkin memang sudah punya perencanaan yang matang. Tapi yang kepikiran oleh saya, kalo memang bisa sekarang kenapa harus nunggu nanti? Misalnya, bercita-cita pengen bikin sekolah. Mungkin “sekolah ideal” yg ada di pikiran masih 20 tahun lagi, tapi bisa dimulai dengan “sekolah kecil”, menjadi relawan mengajar di berbagai program adik asuh, atau mulai peduli dengan isu-isu pendidikan. Mau bikin majalah? Mungkin bisa memulai dengan bikin newsletter atau bulletin online, mulai rajin menulis blog dengan konten-konten yang sesuai dengan passion nya. Intinya, kalo bisa sekarang kenapa harus nunggu nanti. Why not now? Jadi, bagaimana? Siap memulai dengan KENAPA? KENAPA masih diam? Ayo bergerak! Muhamad Iman Usman
Read More - Inspirasi

No comments:

Post a Comment

Subscribe Now: Feed Icon