Wednesday, November 9, 2011

Persembahan Orang Kristen


Di dalam Alkitab ritual ini diawali pada saat Kain dan Habel beribadah kepada Tuhan. Mereka menyertakan korban persembahan dari hasil pekerjaan yang dilakukan. Menurut catatan Musa, persembahan Habel dikenan Tuhan sedangkan korban persembahan Kain di tolak Tuhan – (Red - Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram. Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita pergi ke padang." Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia” – Kejadian 4:3-8).
Kebiasaan ibadah yang disertai korban persembahan tidak berhenti pada masa Kain dan Habel. Nuh pasca air bah juga mempersembahkan korban kepada Tuhan (Red – “Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN; dari segala binatang yang tidak haram dan dari segala burung yang tidak haram diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu. Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya: "Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan. Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam" Kejadian 8:20-22).
Tradisi tersebut berlangsung ke era Abraham. Setelah keluar dari Ur dan tiba di Kanaan, Abraham mendirikan mezbah dan memanggil nama Tuhan (Red – “Kemudian ia pindah dari situ ke pegunungan di sebelah timur Betel. Ia memasang kemahnya dengan Betel di sebelah barat dan Ai di sebelah timur, lalu ia mendirikan di situ mezbah bagi TUHAN dan memanggil nama TUHAN” – Kejadian 12:8). Yakub juga mempersembahkan korban kepada Tuhan saat akan berpisah dengan mertuanya – (Red - “Maka sekarang, marilah kita mengikat perjanjian, aku dan engkau, supaya itu menjadi kesaksian antara aku dan engkau." Kemudian Yakub mengambil sebuah batu dan didirikannya menjadi tugu. Selanjutnya berkatalah Yakub kepada sanak saudaranya: "Kumpulkanlah batu." Maka mereka mengambil batu dan membuat timbunan, lalu makanlah mereka di sana di dekat timbunan itu. Laban menamai timbunan batu itu Yegar-Sahaduta, tetapi Yakub menamainya Galed. Lalu kata Laban: "Timbunan batu inilah pada hari ini menjadi kesaksian antara aku dan engkau." Itulah sebabnya timbunan itu dinamainya Galed, dan juga Mizpa, sebab katanya: "TUHAN kiranya berjaga-jaga antara aku dan engkau, apabila kita berjauhan. Jika engkau mengaibkan anak-anakku, dan jika engkau mengambil isteri lain di samping anak-anakku itu, ingatlah, walaupun tidak ada orang dekat kita, Allah juga yang menjadi saksi antara aku dan engkau." Selanjutnya kata Laban kepada Yakub: "Inilah timbunan batu, dan inilah tugu yang kudirikan antara aku dan engkau--timbunan batu dan tugu inilah menjadi kesaksian, bahwa aku tidak akan melewati timbunan batu ini mendapatkan engkau, dan bahwa engkaupun tidak akan melewati timbunan batu dan tugu ini mendapatkan aku, dengan berniat jahat. Allah Abraham dan Allah Nahor, Allah ayah mereka, kiranya menjadi hakim antara kita." Lalu Yakub bersumpah demi Yang Disegani oleh Ishak, ayahnya. Dan Yakub mempersembahkan korban sembelihan di gunung itu. Ia mengundang makan sanak saudaranya, lalu mereka makan serta bermalam di gunung itu. Keesokan harinya pagi-pagi Laban mencium cucu-cucunya dan anak-anaknya serta memberkati mereka, kemudian pulanglah Laban kembali ke tempat tinggalnya” – Kejadian 31:44-55).
Semua ritual pemberian korban persembahan tersebut dilakukan sebelum hukum Taurat diberikan kepada bangsa Israel. Allah melalui Musa memberikan petunjuk spesifik berkaitan dengan persembahan korban yang harus dipersembahkan oleh umat Israel. Selengkapnya tentang hal tersebut dicatat dalam kitab Imamat 1-7. Selain itu ada juga berbagai jenis korban persembahan seperti persembahan sulung atau buah sulung – Kejadian 4:4; Imamat 2:12; Nehemia 10:35; persembahan unjukan – Imamat 6:20; Bilangan 5:15 dan persembahan persepuluhan yaitu sepersepuluh dari pendapatan umat Israel – Nehemia 13:12; Maleakhi 3:10.
Semua korban persembahan tersebut dibagi dalam dua bentuk, yaitu ternak (Red – mulai dari lembu jantan hingga burung tekukur dan anak burung merpati yang tidak bercela); bentuk lainnya yaitu minyak, tepung, kemenyan dan garam.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam Perjanjian Lama berkaitan dengan persembahan. Istilah-istilah dimaksud antara lain:
Ola, yakni korban bakaran – Imamat 1:1-17. Punya makna membersihkan kehidupan orang yang memberi korban dalam ketaatan sebagai korban wangi-wangian yang harum bagi Allah.
Minkha, yakni korban sajian – Imamat 2:1-16; 5:11-12. Punya makna sebagai rasa syukur yang diberikan demi kemauan baik sebagai pengganti keseluruhan dirinya.
Khatta’t, disebut juga asyam (red – korban penghapus dosa dan penebus salah). Ini dilakukan apabila seseorang melakukan kesalahan baik sadar maupun tidak disengaja, sehingga dianggap najis dari perspektif upacara keagamaan – Imamat 4:2, 13, 22, 27.
Zevakh dan Selamin, yakni korban perdamaian atau korban keselamatan. Diungkapkan atau diekspresikan dalam bentuk ucapan terima kasih atau ucapan syukur secara sukarela yang ditujukan kepada Allah – Imamat 7:12; 22:29; Bilangan 6:14; 15:3, 8.
Memasuki era Perjanjian Baru, konsep persembahan menjadi berbeda. Jika dalam Perjanjian Lama lebih mengedepankan hukum dan peraturan, maka dalam Perjanjian Baru lebih mengutamakan motivasi atau spirit umat Tuhan dalam memberikan persembahan. Artinya dalam perspektif Perjanjian Baru, korban persembahan yang diberikan oleh umat Tuhan merupakan tanda cinta, syukur dan terima kasih kepada Tuhan atas kasih karunia yang Dia limpahkan dalam kehidupan kita. Menurut catatan dalam Perjanjian Baru, paling tidak ada lima bentuk persembahan, yaitu:
Pertama, persembahan nyawa. Tekanan utama di sini ialah Yesus Kristus sendiri yang telah mempersembahkan nyawa-Nya menjadi tebusan. Atas dasar inilah Yesus mendorong kita untuk mengorbankan nyawa demi kemuliaan Kristus dan bagi sesama – Matius 10:39; Lukas 14:26; Yohanes 15:13; Kisah Para Rasul 15:26.
Kedua, persembahan tubuh. Prioritas utama di sini ialah memelihara kekudusan hidup dengan tekad yang kuat untuk memisahkan diri dari pikiran, kata, sikap dan perbuatan yang berdosa dan tidak dikenan oleh Tuhan – Roma 12:1; Yakobus 1:27b. Kita diperintahkan oleh Tuhan untuk hidup kudus karena Allah sendiri adalah kudus – Imamat 20:26; 1 Korintus 6:13-15, 19-20; 1 Petrus 1:15-16.
Ketiga, persembahan hati dan mulut. Dalam bingkai ini, kita dituntut untuk selalu menaikkan puji-pujian dan ucapan bibir yang mempermuliakan Allah – Mazmur 28:7; 30:4; 51:19; Efesus 5:19-20; Ibrani 13:15. Artinya totalitas hidup kita, di mana, kapan dan kondisi bagaimana serta situasi macam apa pun, kita selalu memuliakan Allah – Yakobus 3:5. Kita rindu untuk selalu bersekutu setiap hari dengan Allah dalam doa, ibadah dan membaca Alkitab serta dalam kerendahan hati – Matius 6;14-15; Lukas 17:4; Efesus 4:32.
Keempat, persembahan waktu dan tenaga. Persembahan waktu dan tenaga kita berikan pertama dan terutama kepada Allah – Ulangan 6:5; Matius 22:37. Diwujudkan dengan setia beribadah, melawat orang sakit, orang yang dipenjara, orang yang menderita dan membutuhkan, mengunjungi janda dan anak yatim di tempat mereka berada dan yang dalam kesusahan – Matius 22:39; 25:31-46; 1 Korintus 15:58Yakobus 1:27a.
Kelima, persembahan materi berupa uang atau barang. Perjanjian Baru mengajarkan supaya kita membawa korban persembahan (red – uang) dalam pertemuan-pertemuan ibadah. Ritual delima (Red – datang, duduk, diam, dengar, duit) merupakan salah satu bagian dalam ibadah yang dilakukan oleh umat Tuhan. Setiap minggu dengan setia datang menghadiri ibadah. Masing-masing mengambil posisi duduk yang rapi dan kadang berlomba mendapatkan tempat duduk di belakang. Diam dan patuh mendengarkan firman Tuhan yang disampaikan pengkhotbah. Lalu akhirnya persembahan (red – duit) sebagai akhir ritual.
Begitulah pemandangan yang terjadi setiap hari minggunya. Tidak banyak perubahan. Sesudah itu angkat tangan terima berkat dari Tuhan melalui doxology yang diucapkan oleh pendeta dan pulang. Pola semacam ini cenderung ke arah rutinitas. Kosong makna, kering gairah dan lumpuh aksi yang dikehendaki oleh Allah. Penjara ritual delima ini, sayang tidak disadari oleh umat Tuhan. Kelihatan rohani di gereja, tapi menjadi liar di masyarakat. “Garamnya” menjadi hambar/tawar dan “terangnya” menjadi redup cenderung mati serta menjadi sama dengan gaya hidup duniawi. Mencermati gaya hidup gereja dewasa ini, membuat dunia mencibir. Ada pula yang berkata: “Orang Kristen kok, hidupnya kaya gitu? Sama saja dengan kita-kita juga. Tidak ada bedanya.” Pernyataan demikian, bukan saja datang dari hati dan mulut orang non Kristen, tapi juga dari sesama Kristen. Mempertanyakan, meragukan dan menggugat kualitas ibadah yang dilakoni orang Kristen.
Pokok persoalannya ialah Gereja harus kembali kepada esensi ritual yang sejati. Hidup sejalan dengan kebenaran Alkitabiah tentang ibadah yang sebenarnya. Memandang Kristus sebagai teladan dan tujuan ibadahnya. Tidak ada jalan lain yang harus dilakukan. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma sehubungan dengan ibadah sejati memberikan nasehat yang patut diperhatikan dan dilakukan oleh Gereja segala abad. Ia menulis nasehatnya demikian: “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” – Roma 12:1-2.

No comments:

Post a Comment

Subscribe Now: Feed Icon