Friday, November 11, 2011

Panduan Mengelola Hidup Menghadapi Bencana

Sepertinya bencana belum lepas dari perjalanan hidup kita. Mungkin masih lekat dalam ingatan kita tentang kejadian-kejadian yang membekas di tahun ini. Mulai dari tsunami, banjir bandang, gempa bumi, gunung meletus dll. Korban jiwa dan materi pun tidak terhitung banyaknya. Tentu kita tidak pernah tahu dan tidak punya cukup jawaban yang pasti. Oleh karena itu, kita harus siap. Pepatah klasik perlu kita perhatikan, yaitu: “Sedia payung sebelum hujan”. Artinya kita harus membuat planning/perencanaan, sehingga kapan pun bencana datang/terjadi, tidak terlalu berpengaruh. Dengan perencanaan yang baik, mantap dan matang, paling tidak kita bisa meminimalkan resiko bila bencana sewaktu-waktu terjadi. Libatkan Tuhan Dalam perencanaan yang kita lakukan kita harus melibatkan Tuhan. Jangan sampai kita melupakan Tuhan. Yakobus memberi nasehat demikian: “Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: “Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung”, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu” – Yakobus 4:13-15. Dari kebenaran firman Allah di atas, kita menemukan bahwa Tuhan menjadi penentu utama di dalam hidup kita. Walaupun kita telah merencanakan dengan baik dan sempurna sesuai dengan teori manajemen, tapi jika Tuhan tidak berkenan, maka produktivitasnya pun akan berbeda. Inilah yang menjadi alasan kuat mengapa kita perlu mengutamakan dan melibatkan Tuhan dalam perencanaan kita. Bebaskan Diri dari Rasa Takut Filsuf Thomas Hobbes berkata: “Aku lahir bersama ketakutan. Ia adalah saudara kembarku.” Kenyataan ini makin terbukti dekade terakhir ini. Para pakar sosiolog mengamati, kini masyarakat kita sedang mengalami sebuah budaya yang dinamakan culture of fear. Culture of fear berarti budaya ketakutan. Mengapa takut? Tentu, karena situasi yang ada di seputar kita. Akibatnya, tingkat bunuh diri meningkat tajam. Mereka takut menghadapi realita hidup. Mereka tidak kuat menanggung dan menahan hempasan krisis yang demikian kuat. Kalau mau diurut, maka daftar pemicu ketakutan masyarakat sangat panjang. Diantaranya, keamanan tak terjamin, perampokan dan terorisme masih jadi momok menakutkan. Sambil menulis artikel ini, ada berita di TV bahwa Densus 88 meringkus para teroris di daerah Solo dan Klaten. Diperparah pula oleh situasi ekonomi yang masih tidak menentu. Fakta ini, membuat banyak orang menjadi gamang dan takut. Begitu tingginya tingkat ketakutan, sehingga ada orang yang menempuh jalan yang memalukan dan merugikan. Bahkan menghalalkan segala cara, demi keamanan diri. Kendati demikian, ada kabar baik yang disampaikan oleh Alkitab buat kita. Kabar baiknya ialah: “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” – 2 Timotius 1:7. Oleh sebab itu, dalam menyusun perencanaan hidup, kita harus membebaskan diri dari intimidasi Iblis melalui rasa takut yang berlebihan. Kita menyerahkan totalitas hidup kita kepada Tuhan dan menyadari bahwa segala sesuatu ada dalam kendali Tuhan. Kita harus bangun rencana hidup kita di atas roh kekuatan, kasih dan berdisiplin menghidupinya. Dengan cara demikian, maka kita akan terhindar dari melakukan tindakan yang tidak efektif, efisien dan produktif. Tetaplah Menabur Krisis, sebenarnya tidak hanya terjadi di zaman sekarang. Pada zaman Alkitab, krisis telah berulang kali terjadi. Pada zaman Nuh, telah terjadi tsunami besar. Ini peristiwa terbesar sepanjang sejarah. Bumi dilanda oleh air bah dalam kurun waktu satu tahun dua bulan – Kejadian 7:6; 8:13-14. Lalu pada zaman Ishak. Terjadi krisis ekonomi – Kejadian 26:1-35. Namun demikian, Ishak tetap menabur. Ishak taat kepada firman Tuhan. Hasilnya, Ishak makin kaya karena ia diberkati Tuhan. Selanjutnya, pada zaman Yusuf juga terjadi kelaparan yang menimpa Mesir dan daerah-daerah lainnya. Yusuf dengan hikmat dari Allah, ia mampu mengelola situasi krisis tersebut dengan baik. Akibatnya, bukan saja menyelamatkan rakyat Mesir dari bencana kelaparan selama tujuh tahun, tetapi juga menyelamatkan keluarga besarnya yaitu ayahnya Yakub dan saudara-saudaranya – Kejadian 41:1-57. Berdasarkan kesaksian Alkitab, tokoh-tokoh di atas, memperlihatkan mentalitas yang kuat menghadapi bencana. Di tengah bencana yang menimpa, mereka tetap menabur. Dalam upaya mereka menabur, bukan tidak ada ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang ditemui. Ini fakta. Namun, kondisi buruk, bukanlah alasan untuk berputus asa. Tidak ada alasan untuk takut dan patah arang. Alkitab menegaskan: “Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya” – Mazmur 126:5-6. Menabur tentu ingin mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk dapat hasil yang maksimal, kita harus menggunakan cara yang cerdas. Cara cerdas ini dibutuhkan kesiapan kita membayar harga. Berdasarkan hal itu, ada beberapa poin penting yang akan kita lakukan, yaitu: Pertama, belajarlah untuk taat. Kunci untuk meraih hasil yang optimal menurut Alkitab ialah kita harus taat kepada Tuhan dan firman-Nya. “Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu” – Ulangan 28:1-2. Kedua, milikilah integritas. Berintegritas berarti yang ada di dalam hati dan yang dikatakan serta yang dilakukan harus sama. Bekerja keras. Jujur. Setia. Kerendahan hati. Semua itu merupakan elemen kuat dalam bangunan integritas kita. Inilah cara menabur yang terhormat dan memuliakan hidup. Dari sinilah Tuhan akan menaikan kita ke level yang lebih tinggi. Alkitab menegaskan: “TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia” – Ulangan 28:13. Ketiga, pegang janji Tuhan. Tuhan Allah janji akan buat kita berhasil. “Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil” – Mazmur 1:3. Tuhan Allah janji akan berkati segala sesuatu yang kita tabur. “Maka menaburlah Ishak di tanah itu dan dalam tahun itu juga ia mendapat hasil seratus kali lipat; sebab ia diberkati TUHAN” – Kejadian 26:12. Tidak ada alasan untuk ragukan janji Tuhan. Firman Tuhan layak untuk kita percayai ketika kita menabur. Apa yang pernah Allah janjikan, Dia pasti tepati bagi kita yang tetap teguh pegang janji-Nya. Tuhan tidak pernah ingkar janji. Bila kita menabur dengan tetap pegang janji Tuhan, maka kita akan menuai dengan berkelimpahan.

No comments:

Post a Comment

Subscribe Now: Feed Icon