Wednesday, November 9, 2011

Definisi Postmodernisme

Para pakar menyadari bahwa sangat sulit untuk mengartikan atau memberikan definisi terhadap kata “postmodernisme.” Kesulitan ini, menurut I. Bambang Sugiharto yang dikutip oleh A. Naftallindo dalam buku Misi Di Abad Postmodernisme, ialah pada: “Kekaburan makna dan istilahnya. Kekaburan makna dan istilah itu, terutama adalah akhiran “isme” dan awalan “post”-nya. Akhiran “isme” itu, dapat bermakna, bahwa postmodernisme dibedakan dengan istilah postmodernitas. Yang pertama menunjuk pada kritik-kritik filosofis atas gambaran dunia (world view), epistemology, dan ideology-ideologi modern. Yang kedua, menunjuk pada situasi dan tata sosial produk teknologi informasi, globalisasi, fragmentasi gaya hidup, konsumerisme yang berlebihan, deregulasi pasar uang dan sarana public, usangnya Negara bangsa, dan panggilan inspirasi-inspirasi tradisi. Sementara kalau kita konsisten mengacu kepada akhiran kata “isme”-nya, memberi kesan seolah ia merupakan suatu sistem tunggal tertentu. Tetapi faktanya, istilah itu bertebaran di segala bidang sebagai lebel untuk macam-macam pemikiran, dan tidak jarang saling berlawanan. Sedangkan awalan kata “post” juga menimbulkan banyak perdebatan. Secara konsisten kata itu seharusnya menunjuk pada pemutusan total hubungan pemikiran dari segala pola kemordenan, faktanya dalam wacana dan praksialnya tidak demikian.” Merujuk kepada pernyataan di atas, kita melihat bahwa memang sukar sekali untuk membuat perbedaan dan garis yang tegas antara makna dan istilah postmodernisme. Hampir sama dengan pandangan di atas, J. Wentzel van Huysteen, dan dikutip oleh A. Naftallindo dalam buku yang sama, menulis: “Fenomena kemunculan istilah “postmodernisme” sesuatu yang sukar dipahami maknanya. Postmodernisme bukanlah sekedar fase budaya baru setelah modern, bukan pula “periode” baru dalam sejarah, dan tentunya juga bukan sesuatu kesatuan baru keyakinan (kepercayaan), teori atau doktrin. Postmodernisme lebih merupakan sikap, dan cara pandang yang sama sekali berbeda terhadap alam modern, suasana yang secara perlahan menembus ke dalam cara kita berpikir…”. Mencermati penyataan Huysteen di atas, maka kita menemukan bahwa postmodernisme lebih kepada sikap dan cara pandang kita terhadap sesuatu hal. Sesuatu itu mengacu kepada mentalitas modernism. Berkaitan dengan hal ini, ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar, yang bisa menuntun kita memahami lebih baik tentang postmodernisme. Pengertian postmodern sampai saat ini belum ada kesamaan persepsi dalam pendefisiannya. Istilah tersebut menyedot perhatian berbagai kalangan di dunia Barat. Gaungnya pun merambah sampai juga ke dunia Timur. Postmodernisme merupakan sebuah kata yang agak sulit untuk dipahami dan dimengerti secara tepat. Banyak versi dalam mengartikan istilah postmodernisme. Foster menjelaskan, sebagian orang seperti Lyotard, beranggapan bahwa, “postmodernisme adalah lawan dari modernisme yang dianggap tidak berhasil mengangkat martabat manusia modern.” Sedangkan sebagian lagi seperti Jameson, beranggapan bahwa, “postmodernisme adalah pengembangan dari modernitas seperti yang diungkapkan oleh Bryan S. Turner dalam Theories of Modernity and Post-Modernity-nya.” Merujuk kepada pengertian di atas, kita melihat ada dinamika perbedaan pemahaman dan pengertian tentang postmodernisme sangat jelas. Di satu pihak mengatakan bahwa, konsep postmodernisme adalah bentuk sempurna dari modernism. Artinya, tidak mungkin kita dapat masuk jenjang postmodernisme tanpa melalui era modernisme. Di pihak lain, konsep modernisme sangat berseberangan dengan postmodernisme, bahkan terjadi paradoksal. Dari pandangan yang demikian, akhirnya postmodernisme dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain: “Post-Modernism Ressistace, Post-Modernism Reaction, Opposition Post-Modernisme dan Affirmative Post-Modernism.” Dampak dari perdebatan antara dua pandangan yang pardoks di atas, maka muncullah pandangan ketiga. Spiritnya adalah ingin untuk menengahi antara dua pandangan yang kontradiktif tersebut. Pandangan ini digagas oleh Zygmunt Bauman dalam karyanya yang berjudul: “Post-Modern Ethich.” Zygmunt Bauman berpendapat bahwa: “Kata “Post” dalam istilah tadi bukan berarti “setelah” (masa berikutnya), sehingga muncullah kesimpulan-kesimpulan seperti di atas tadi. Menurut Bauman: “Postmodernisme adalah usaha keras sebagai reaksi dari kesia-siaan zaman modernis yang sirna begitu saja bagai ditiup angin. Adapun penyebab dari kesia-siaan zaman modernis adalah akibat dari tekanan yang bersumber dari prasangka (insting, whm) belaka.” Eddy Peter P., mengemukakan pandangannya tentang postmodernisme yaitu: “Postmodernisme merupakan suatu pemberontakan pada janji modernisme yang menjanjikan keadilan dan kemakmuran manusia yang dinilai gagal memenuhi janjinya.” Selanjutnya Maysa Syifa Aljauza, mendefinisikan istilah postmodernisme yaitu: “Postmodernisme adalah sebuah aliran pemikiran dan menjadi semacam paradigma baru, yang merupakan antithesis dari modernism, yang dinilai telah gagal dan tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Modernisme yang ditandai oleh kepercayaan penuh pada keunggulan sains, teknologi dan pola hidup sekuler, ternyata tidak cukup kokoh untuk menopang era industrialisasi yang dikampanyekan dapat membawa kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat.” Sedangkan menurut Abdul Kadir, yaitu: “Postmodernisme adalah sebuah teori yang lahir akibat dari tidak terpenuhinya janji teori modernisasi akan terciptanya kehidupan yang lebih baik bagi para penganut teori modernisasi.”

No comments:

Post a Comment

Subscribe Now: Feed Icon