Wednesday, November 9, 2011

Pohon Daun Lebat Hampa Buah


Tidak dapat dipungkiri kekristenan kini telah dibatasi dinamikanya oleh dinding gereja. Minna Canth mengatakan dan dikutip oleh Neil Cole, dalam Organic Church, menulis: “Kekristenan telah dikubur di dalam dinding gereja dan diamankan dengan belenggu dogmatika. Izinkan ia dibebaskan untuk muncul di tengah-tengah kita dan mengajar kita kebebasan, kesetaraan, dan kasih”. Banyak orang non Kristen sesungguhnya tertarik kepada Kristus, tetapi tidak ingin hadir di gereja. Apa yang memicunya? Terkadang pergi ke gereja hanya menemukan sedikit hal dan tidak merasakan kehadiran Tuhan. Jangan hanya menyembah Tuhan sendiri di gereja, tetapi hadirkan Tuhan juga di luar gereja. Transformasi adalah produk Injil.
Kalau dalam gereja saja, yang nota bene tempat firman Tuhan diberitakan, kuasa dan mukjizat Allah bekerja saja, orang Kristen tetap tidak berubah untuk tergerak melakukan sesuatu; bagaimana mungkin dunia bisa berharap. Kalau hanya sibuk menyembah Tuhan, tetapi tidak menghasilkan buah penyembahan dalam bentuk tindakan konkrit, bukankah Gereja sedang menapaki jalan spiritualitas yang penuh dengan kemunafikan?
Memuja hampa buah. Mandul tindakan. Pudarnya kasih. Tentunya bukanlah memuja yang dikehendaki Tuhan. Gaya memuja umat yang demikian, sudah dikoreksi, ditegur dan dikritik oleh Tuhan. Yesaya mencatat demikian: “Dan Tuhan telah berfirman: “Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan” – Yesaya 29:13.
Pohon daun hijau tapi hampa buah ditandai dengan: pertama, berkata Tuhan hanya di mulut saja; kedua, memuji Tuhan sebatas di bibir saja; ketiga, sikap hati dalam ibadah jauh dari yang Tuhan harapkan; keempat, datang beribadah kepada Tuhan hanya rutinitas; kelima, konsep ibadah hanya perintah manusia yang dihafalkan. Mentalitas ibadah yang militant karena rutinitas dan perintah manusia, namun menyangkali dan buta terhadap nilai, makna dan hakekat ibadah itu sendiri. Pada hal, memuja Tuhan sebenarnya kaya makna, penuh dinamika dan buah ibadah itu terlihat serta dirasakan. Punya dampak. Ada perubahan sikap, perilaku, cara hidup yang jauh berbeda dengan gaya hidup duniawi. Semakin menjadi berkat. Inilah ibadah yang sejati. Rasul Paulus menulis kepada orang Kristen di Roma demikian: “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” – Roma 12:1-2.
Mark Labberton, dalam buku Bahaya Ibadah Sejati, menulis demikian: “Ibadah adalah sebuah tindakan berbahaya untuk bangkit bagi Allah dan tujuan-Nya di dunia. Namun ada yang salah dengan ibadah kita saat ini. Ibadah terlalu sering menjadi tempat yang aman dan memuaskan hasrat pribadi, penuh dengan pengalaman sempit ketika tiap individu hanya mengekspresikan penyembahan pribadinya. Bahkan ketika berkumpul secara komunal, ibadah terasa begitu nikmatnya sampai-sampai kita sering menutup mata untuk orang-orang di sekitar kita, seakan-akan fokus kepada Allah tetapi sebenarnya mengabaikan sesama.”
Memuja yang Tuhan inginkan ialah umat-Nya mengalami hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus. Ditandai dengan buah-buah Roh menjadi nyata dalam relasi sosial umat-Nya. Rasul Paulus menulis: “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu” – Galatia 5:22-23.
Gereja yang memuja Tuhan dengan sikap hati yang benar (menyembah dalam roh dan kebenaran – red), pasti nilai-nilai Kerajaan Allah ditegakkan dan dihidupi. Tanda-tanda sebagai umat kepunyaan Allah dapat diketahui oleh dunia. “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga” – Matius 5:16.
Hakekat kehadiran gereja punya arti. Kehadiran yang memberkati. Kehadiran yang menyejukkan dan menyegarkan. Kehadiran yang mendamaikan. Kehadiran yang membuat perubahan positif terjadi. Kehadiran yang membawa pengharapan. Kehadiran yang memulihkan. Kehadiran yang menyembuhkan. Kehadiran yang memberi kehidupan. Kehadiran yang menjadi kemuliaan bagi Allah. Inilah yang menjadi implikasi dan indikator kuat dari ibadah yang kita lakukan. Buah ibadah itu terasa manisnya oleh dunia yang sedang mengalami kepahitan. Semua ini memang telah didesain oleh Sang Hidup, Desainer Agung yang telah memberi keagungan kepada gereja-Nya.

No comments:

Post a Comment

Subscribe Now: Feed Icon